Beragamnya
ekosistem di hutan yang berada di Kecamatan Wonosalam kabupaten Jombang serta didukung
dengan kondisi geografi yang berbeda,
menjadikan keanekaragaman spesies yang ditemukan di hutan Wonosalam lereng
gunung Anjasmoro memiliki keberagaman yang sebagian besar belum teridentifikasi
secara detail mengenai taksonomi dan beberapa spesies saat ini sudah banyak
yang tidak bisa ditemukan di hutan Wonosalam.
Dalam
penelitian yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat ECOTON pada tahun
2011, ditemukan kurang lebih 125 jenis burung dimana sekitar 10% merupakan
jenis yang dilindungi berdasarkan IUCN Redlist. Selain kaya akan keanekaragaman
spesies hewan, Kecamatan Wonosalam memiliki keanekaragaman jenis tanaman hutan
seperti pohon adem ati, cembirit, kemloko, gondang, eprek yang sudah sulit
ditemui. Besarnya luasan hutan serta keberagaman jenis tanaman yang berada di
pegunungan Anjasmoro serta keanekaragaman hayati yang tinggi dan mata air yang
melimpah adalah faktor - faktor yang
menarik banyak orang untuk dapat mengambil sebanyak – banyaknya keuntungan
tanpa memikirkan kelestarian lingkungan. Permasalahan seperti perambahan hutan,
over eksploitasi rebung, perburuan hewan liar dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan
merupakan contoh masalah yang muncul akibat ketertarikan berbagai pihak untuk
dapat mengambil keuntungan terhadap keanekaragaman hayati yang terdapat di
hutan Wonosalam.
Keanekaragaman hayati yang di temukan di kecamatan
wonosalam sebenarnya memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk
pelestarian ekosistem serta dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat kalau
dikelola dengan baik. Selain itu keanekaragaman hayati yang berada di wonosalam
juga memiliki sejarah penting terhadap ilmu pengetahuan dengan adanya peneliti dunia Alfread Russel
Wallace yang merupakan salah seorang penemu teori seleksi alam dan garis
lintang imajiner atau yang dikenal lagi dengan garis Wallace yang pernah melakukan
penelitian pada tahun 1861 di wonosalam yang ditulis dalam bukunya “the malay
archipelago“. Dalam buku yang ditulisnya, Wallace memiliki kesimpulan tentang bagaimana
seleksi alam dapat memberikan kontribusi pada keanekaragaman Flora dan fauna.
Selama
seminggu melakukan penelitian di Wonosalam, Wallace berhasil mengumpulkan 98
jenis burung dan serangga. Selain burung, Wallace juga menemukan jenis ayam
hutan biasa (Gallus bankiva) serta
Ayam hutan hijau (Gallus furcatus)
yang langka. Dalam penelitiannya bukan hanya menemukan ayam hutan, Wallace juga
menemukan 6 jenis burung pelatuk, 4 jenis burung raja udang, burung rangkong ( buceros lunatus) yang panjangnya lebih
dari empat kaki dan burung serindit (
loriculus pusilus) yang sedikit lebih panjang beberapa inci. Seiring dengan
perkembangannya, keberadaan keanekaragaman hayati Wonosalam banyak mengalami perubahan ekologis
karena banyaknya aktivitas yang dapat mengganggu seperti perburuan liar, perambahan hutan dan strum
ikan di sungai yang menyebabkan keanekaragaman hayati yang terdapat di
Wonosalam menjadi
berkurang. Jejak
penelitian Wallace di wonosalam yang sampai sekarang masih bisa ditemukan
adalah ayam hutan (Gallus bankiva)
dan juga burung rangkong ( buceros
lunatus) namun keberadaanya menurut masyarakat sekitar semakin berkurang
jumlahnya. Sedangkan untuk jenis merak hutan yang dalam penelitian Wallace
merupakan jenis yang sangat langka sudah lama tidak bisa dijumpai di hutan
Wonosalam. Burung rangkong( buceros
lunatus) merupakan jenis burung yang memiliki manfaat sebagai penyeimbang
ekosistem hutan karena merupakan jenis burung penebar biji, makanannya yang
merupakan biji sangat membantu penyebaran jenis jenis tanaman hutan. Di
Pegunungan Anjasmoro, burung rangkong termasuk jenis burung yang sudah mulai
jarang ditemukan, dalam pantauan Kelompok Kepuh(kelompok pelindung hutan dan
pelestari mata air) Dusun Mendiro pada tahun 2016 masih ditemukan 10 ekor
burung rangkong yang memiliki karakter berkelompok serta hidup liar di pohon
yang menjulang ke jurang dan tebing. Selain masih ditemukannya burung rangkong,
di Wonosalam juga merupakan kawasan yang masih bisa dijumpai burung elang, ada
beberapa jenis elang yang masih bisa ditemukan seperti elang bido dan elang
jawa (spizaetus bartelsi). Elang
jawa merupakan salah satu burung
terlangka dan paling rentan keberadaannya. Setiap burung setidaknya membutuhkan
kurang lebih 20 – 30 Km2 hutan dan tepi hutan untuk mendukungnya, sehingga
kehilangan hutan memberikan dampak yang hebat bagi populasi elang jawa.
Perburuan liar terutama burung menyebabkan jenis
vertebrata ini mengalami ancaman kepunahan yang tinggi
karena belum adanya upaya penangkaran yang dilakukan untuk membantu
perkembangbiakkan.
Kuatnya tekanan
anthropogenik terhadap ekosistem yang ada menyebabkan semakin cepatnya
keanekaragaman hayati yang menghilang. Tidak banyaknya catatan penelitian dan data awal keanekaragaman hayati
yang terdapat di wilayah Wonosalam menyebabkan tidak diketahui seberapa besar
keanekaragaman hayati yang telah hilang dan jenis mana sajakah yang telah
mengalami penurunan populasi sehingga dapat merubah statusnya. Menurut data Kehutanan, sekarang kementerian Lingkungan
dan Kehutanan pada Tahun 2011 jumlah satwa yang dilindungi di Indonesia mencakup
127 spesies mamalia, 382 spesies burung, 31 spesies reptilian, 12 spesies
palmae, 11 spesies raflesia dan 29 spesies orchidaceae yang mengalami ancaman
kepunahan dengan adanya invasive alien
spesies atau jenis spesies yang didatangkan secara sengaja maupun tidak
sengaja yang berasal dari luar habitat alaminya. Keberadaan spesies yang bukan
berasal dari habitat alami sangat mempengaruhi spesies endemik karena
populasinya sangat cepat dan mudah berdaptasi dengan lingkungan baru. Penelitian tentang keanekaragaman hayati harus
terus dikembangkan supaya mendapatkan data yang bisa dimanfaatkan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman terkait dengan spesies invasive
yang dapat mengganggu keberadaan spesies alami kawasan hutan Wonosalam. Untuk menjaga agar keanekaragaman hayati jenis tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun diluar habitatnya tidak mengalami
kepunahan perlu dilakukan juga upaya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar dikawasan
Wonosalam yang sudah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pengawetan
adalah upaya untuk mempertahankan serta untuk pengetahuan dan koleksi jenis tumbuhan dan satwa yang dilakukan
melalui upaya penetapan dan penggolongan jenis yang dilindungi dan tidak dilindungi
dengan tujuan untuk pengelolaan jenis
tumbuhan, satwa serta habitatnya dengan melakukan pengawasan serta pengendalian.
Sedangkan untuk inventarisasi keanekaragaman hayati sesuai dengan peraturan
pemerintah No 29 Tahun 2009 tentang kegiatan konservasi keanekaragaman hayati
di Daerah Jawa Timur yang tertera dalam pasal 3, Dalam rangka menyusun
perencanaan konservasi keanekaragaman hayati diperlukan informasi mengenai
kondisi dan potensi keanekaragaman hayati yang disusun dalam bentuk profil
keanekaragaman hayati daerah. Profil keanekaragaman hayati daerah mempunyai
manfaat dan nilai penting bagi daerah diantaranya sebagai:
1. Data dasar mengenai keanekaragaman hayati
daerah.
2. Kekuatan tawar pada saat komponen
keanekaragaman hayati akan diakses oleh
pemohon.
3. Pendukung pengambilan keputusan, perumusan
kebijakan, penyusunan strategi dan
rancang
tindak pengelolaan keanekaragaman hayati daerah.
Masyarakat lokal memiliki
peranan penting dalam pelestarian keanekaragaman hayati sehingga partisipasi
masyarakat serta sekolah sekitar kawasan hutan harus dilibatkan dalam
penelitian dan perencanaan dalam pengelolaan hutan untuk menjadi pengetahuan
tentang jumlah kekayaan hayati yang masih di miliki dengan tetap memperhatikan keberadaan
keanekargaman hayati endemik untuk dapat meminimalkan dampak kerusakan akibat
aktivitas masyarakat serta masuknya spesies asing dan yang terpenting adalah
diperolehnya data – data inventarisasi keanekaragaman hayati di Jawa Timur.