Selasa, 09 Mei 2017

Jejak penelitian Wallace Wonosalam

Beragamnya ekosistem di hutan yang berada di Kecamatan Wonosalam kabupaten Jombang serta didukung dengan kondisi geografi yang berbeda, menjadikan keanekaragaman spesies yang ditemukan di hutan Wonosalam lereng gunung Anjasmoro memiliki keberagaman yang sebagian besar belum teridentifikasi secara detail mengenai taksonomi dan beberapa spesies saat ini sudah banyak yang tidak bisa ditemukan di hutan Wonosalam.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat ECOTON pada tahun 2011, ditemukan kurang lebih 125 jenis burung dimana sekitar 10% merupakan jenis yang dilindungi berdasarkan IUCN Redlist. Selain kaya akan keanekaragaman spesies hewan, Kecamatan Wonosalam memiliki keanekaragaman jenis tanaman hutan seperti pohon adem ati, cembirit, kemloko, gondang, eprek yang sudah sulit ditemui. Besarnya luasan hutan serta keberagaman jenis tanaman yang berada di pegunungan Anjasmoro serta keanekaragaman hayati yang tinggi dan mata air yang melimpah adalah faktor - faktor  yang menarik banyak orang untuk dapat mengambil sebanyak – banyaknya keuntungan tanpa memikirkan kelestarian lingkungan. Permasalahan seperti perambahan hutan, over eksploitasi rebung, perburuan hewan liar dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan merupakan contoh masalah yang muncul akibat ketertarikan berbagai pihak untuk dapat mengambil keuntungan terhadap keanekaragaman hayati yang terdapat di hutan Wonosalam.
Keanekaragaman hayati yang di temukan di kecamatan wonosalam sebenarnya memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk pelestarian ekosistem serta dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat kalau dikelola dengan baik. Selain itu keanekaragaman hayati yang berada di wonosalam juga memiliki sejarah penting terhadap ilmu pengetahuan  dengan adanya peneliti dunia Alfread Russel Wallace yang merupakan salah seorang penemu teori seleksi alam dan garis lintang imajiner atau yang dikenal lagi dengan garis Wallace yang pernah melakukan penelitian pada tahun 1861 di wonosalam yang ditulis dalam bukunya “the malay archipelago“. Dalam buku yang ditulisnya, Wallace memiliki kesimpulan tentang bagaimana seleksi alam dapat memberikan kontribusi pada keanekaragaman Flora dan fauna.
Selama seminggu melakukan penelitian di Wonosalam, Wallace berhasil mengumpulkan 98 jenis burung dan serangga. Selain burung, Wallace juga menemukan jenis ayam hutan biasa (Gallus bankiva) serta Ayam hutan hijau (Gallus furcatus) yang langka. Dalam penelitiannya bukan hanya menemukan ayam hutan, Wallace juga menemukan 6 jenis burung pelatuk, 4 jenis burung raja udang, burung rangkong ( buceros lunatus) yang panjangnya lebih dari empat kaki dan burung serindit ( loriculus pusilus) yang sedikit lebih panjang beberapa inci. Seiring dengan perkembangannya, keberadaan keanekaragaman hayati Wonosalam banyak mengalami perubahan ekologis karena banyaknya aktivitas yang dapat mengganggu seperti perburuan liar, perambahan hutan dan strum ikan di sungai yang menyebabkan keanekaragaman hayati yang terdapat di Wonosalam menjadi berkurang. Jejak penelitian Wallace di wonosalam yang sampai sekarang masih bisa ditemukan adalah ayam hutan (Gallus bankiva) dan juga burung rangkong ( buceros lunatus) namun keberadaanya menurut masyarakat sekitar semakin berkurang jumlahnya. Sedangkan untuk jenis merak hutan yang dalam penelitian Wallace merupakan jenis yang sangat langka sudah lama tidak bisa dijumpai di hutan Wonosalam. Burung rangkong( buceros lunatus) merupakan jenis burung yang memiliki manfaat sebagai penyeimbang ekosistem hutan karena merupakan jenis burung penebar biji, makanannya yang merupakan biji sangat membantu penyebaran jenis jenis tanaman hutan. Di Pegunungan Anjasmoro, burung rangkong termasuk jenis burung yang sudah mulai jarang ditemukan, dalam pantauan Kelompok Kepuh(kelompok pelindung hutan dan pelestari mata air) Dusun Mendiro pada tahun 2016 masih ditemukan 10 ekor burung rangkong yang memiliki karakter berkelompok serta hidup liar di pohon yang menjulang ke jurang dan tebing. Selain masih ditemukannya burung rangkong, di Wonosalam juga merupakan kawasan yang masih bisa dijumpai burung elang, ada beberapa jenis elang yang masih bisa ditemukan seperti elang bido dan elang jawa (spizaetus bartelsi). Elang jawa  merupakan salah satu burung terlangka dan paling rentan keberadaannya. Setiap burung setidaknya membutuhkan kurang lebih 20 – 30 Km2 hutan dan tepi hutan untuk mendukungnya, sehingga kehilangan hutan memberikan dampak yang hebat bagi populasi elang jawa.
Perburuan liar terutama burung menyebabkan jenis vertebrata ini mengalami ancaman kepunahan yang tinggi karena belum adanya upaya penangkaran yang dilakukan untuk membantu perkembangbiakkan.
Kuatnya tekanan anthropogenik terhadap ekosistem yang ada menyebabkan semakin cepatnya keanekaragaman hayati yang menghilang. Tidak banyaknya catatan  penelitian dan data awal keanekaragaman hayati yang terdapat di wilayah Wonosalam  menyebabkan tidak diketahui seberapa besar keanekaragaman hayati yang telah hilang dan jenis mana sajakah yang telah mengalami penurunan populasi sehingga dapat  merubah statusnya. Menurut data  Kehutanan, sekarang kementerian Lingkungan dan Kehutanan pada Tahun 2011 jumlah satwa yang dilindungi di Indonesia mencakup 127 spesies mamalia, 382 spesies burung, 31 spesies reptilian, 12 spesies palmae, 11 spesies raflesia dan 29 spesies orchidaceae yang mengalami ancaman kepunahan dengan adanya invasive alien spesies atau jenis spesies yang didatangkan secara sengaja maupun tidak sengaja yang berasal dari luar habitat alaminya. Keberadaan spesies yang bukan berasal dari habitat alami sangat mempengaruhi spesies endemik karena populasinya sangat cepat dan mudah berdaptasi dengan lingkungan baru.  Penelitian tentang keanekaragaman hayati harus terus dikembangkan supaya mendapatkan data yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman terkait dengan spesies invasive yang dapat mengganggu keberadaan spesies alami kawasan hutan Wonosalam. Untuk menjaga agar keanekaragaman hayati jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun diluar habitatnya tidak mengalami kepunahan perlu dilakukan juga upaya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar dikawasan Wonosalam yang sudah diatur  dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pengawetan adalah upaya untuk mempertahankan serta untuk pengetahuan dan koleksi  jenis tumbuhan dan satwa yang dilakukan melalui upaya penetapan dan penggolongan jenis yang dilindungi dan tidak dilindungi dengan tujuan untuk  pengelolaan jenis tumbuhan, satwa serta habitatnya dengan melakukan pengawasan serta pengendalian. Sedangkan untuk inventarisasi keanekaragaman hayati sesuai dengan peraturan pemerintah No 29 Tahun 2009 tentang kegiatan konservasi keanekaragaman hayati di Daerah Jawa Timur yang tertera dalam pasal 3, Dalam rangka menyusun perencanaan konservasi keanekaragaman hayati diperlukan informasi mengenai kondisi dan potensi keanekaragaman hayati yang disusun dalam bentuk profil keanekaragaman hayati daerah. Profil keanekaragaman hayati daerah mempunyai manfaat dan nilai penting bagi daerah diantaranya sebagai:
1. Data dasar mengenai keanekaragaman hayati daerah.
2. Kekuatan tawar pada saat komponen keanekaragaman hayati akan diakses oleh  
    pemohon.
3. Pendukung pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, penyusunan strategi dan
    rancang tindak pengelolaan keanekaragaman hayati daerah.


Masyarakat lokal memiliki peranan penting dalam pelestarian keanekaragaman hayati sehingga partisipasi masyarakat serta sekolah sekitar kawasan hutan harus dilibatkan dalam penelitian dan perencanaan dalam pengelolaan hutan untuk menjadi pengetahuan tentang jumlah kekayaan hayati yang masih di miliki  dengan tetap memperhatikan keberadaan keanekargaman hayati endemik untuk dapat meminimalkan dampak kerusakan akibat aktivitas masyarakat serta masuknya spesies asing dan yang terpenting adalah diperolehnya data – data inventarisasi keanekaragaman hayati di Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar